Rabu, 16 September 2015

FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU: Antara Ilmu Induk dan Cabang
by sariono sby

A. PENDAHULUAN
Manusia dari setiap zaman pasti memiliki daya pikir dan imajinasi yang berbeda-beda. Apa yang dipikirkan orang sekarang berbeda dengan apa yang dipikirkan orang-orang 6.000 tahun yang lalu. Karena pada tangkapan obyek yang berbeda, menggunakan beberapa alat modern seperti teleskop, spektroskop, radioteleskop, dan lain sebagainya. Begitu pula karena sudah semakin berkembangnya teori-teori keilmuan sehingga bangunan keilmuan menjadi beda.
Melalui pengamatan yang diperoleh sebelumnya, manusia kemudian menangkap gejala-gejala obyek. Dengan penuh perhatian dan mencurahkan waktu untuk berpikir tentang obyek, ia akan sampai pada kesimpulan sementara atau hipotesa. Dan tentu tidak semua yang dipikirkan pada awal pengamatan akan memiliki hasil yang sama setelah mengadakan pengamatan.
Contoh yang sangat masyhur adalah sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim as. Beliau berpikir melihat bintang, lalu berhipotesa itu adalah tuhan, ternyata salah. Beliau melihat rembulan, lalu berhipotesa itu adalah tuhan, ternyata salah. Dan beliau melihat matahari, lalu berhipotesa itu adalah tuhan, ternyata salah.
Perjalanan pemikiran Ibrahim sungguh membutuhkan segala curahan pikir dan hati. Dia masih bersikukuh ada pada pendiriannya dalam meyakini Tuhannya. Meski berbagai tekanan muncul, termasuk raja saat itu, yaitu Namrud. Namun Nabi Ibrahim masih bisa selamat dari segala rekasayanya. Beliau juga meyakini bahwa Tuhannya jauh lebih besar dari ketiga benda pengamatnnya. Bahkan Nabi Ibrahim juga mendakwahkan agamanya kepada Ayah dan Ibunya, meski dengan cara yang lembut dan halus.
Dari perjalanan panjang pengamatan, akhirnya Nabi Ibrahim menemukan Tuhannya dan mendakwahkannya kepada penduduk sekitarnya –termasuk ayahanda- yang menyembah berhala. Disinilah mengapa Allah menceritakan kembali kisah Nabi Ibrahim kepada orang Arab, agar menjadi peringatan bagi mereka betapa pentingnya makna kalimah tauhid.
Pengamatan-pengamatan, baik secara personal maupun kolektif dalam perkembangannya membentuk semacam garis-garis teori yang terus berkelanjutan. Disempurnakan dari satu peneliti kemasa peneliti selanjutnya. Karena banyaknya penelitian itu, maka banyak bidang tidak dapat dipahami oleh orang awam. Watak ilmiah tersembunyi dibalik susunan pengalaman ilmiah. Pemahaman yang saling berhubungan ini juga membentuk jaringan sistematik. Dan hahekat keterkaitan sistematis inilah yang menjadi urgensitas filsafat ilmu.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti senang, gemar, atau cinta, sedangkan Sophia dapat berarti kebijaksana. Jika digabungkan maka filsafat bisa berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Kata lain dari filsafat adalah hikmah atau hakekat. Jadi kalau ada orang bertanya, “Apakah hikmah dari semua ini?”, maka ia telah berpikir secara falsafati.
Filsafat mengkaji masalah-masalah dari titik focus (inti) nya yang mutlak, terdalam, atau perenungan-perenungan yang mendalam tentang sebab ada dan perbuat. Pemikiran ini terjadi secara terus-menerus hingga mencapai titik penghabisan. Menjawab pertanyaan terakhir dengan mendalam sampai jadi teranglah kekaburan pengertian sehari-hari.
Filsafat tentang air misalnya. Jika dalam konteks sehari-hari, air adalah sesuatu untuk diminum yang dapat menghilangkan rasa haus dan dahaga. Tapi dalam kajian filsafat bukan hanya itu, tapi serangkaian kumpulan dari atom-atom yang membentuk satuan dengan kode kimia H2O. Air dapat berupa menjadi benda cair, pada (es), atau gas (uap).
Dalam arti yang populer, istilah filsafat sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, entah sadar atau tidak. Dalam ranah ini, filsafat dapat berarti sebagai suatu pandangan hidup atau . dalam contohnya, kita sering berkata, “Saya tidak suka atas falsafah anda dalam berbisnis”. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Henderson, “Philosophy means one’s general view of life of men, of ideals, and of values, in this sence every one has a philosophy of life.” (Filsafat berarti satu pandangan umum kehidupan manusia, cita-cita, dan nilai-nilai, dalam pengertian ini setiap orang memiliki filosofi hidup.)
Selain itu filsafat juga bisa diartikan sebagai penafsiran atau penilaian terhadap sesuatu yang berarti bagi kehidupan umat manusia. Meskipun ada juga sebagian orang yang beranggapan bahwa filsafat hanya sekedar pandangan atau teori yang tidak tidak dapat bersentuhan dengan kehidupan praktis. Namun pada kenyataannya para filosof seperti Thomas Jefferson, Locke dan Stuart Mill telah mengembangkan suatu teori yang dianut oleh banyak orang.
Dalam dunia akademik filsafat diartikan sebagai kegiatan berpikir secara radikal. Yaitu sebuah pandangan yang kritis dan mendalam terhadap segala sesuatu yang ada. Atau, sebuah proses penelusuran pengetahuan sampai ke akar-akarnya. Sehingga tak salah jika Henderson merumuskannya sebagai pandangan yang sistematik dan iklusif tentang alam semesta, di mana manusia ada di dalamnya.
Dalam pengertiannya yang sempit, filsafat bisa berarti sebuah ilmu yang berhubungan dengan metode logis atau analisis logika bahasa dan makna-makna. Di sana filsafat diartikan sebagai science of science yang memberikan analisis terhadap asumsi dan konsep ilmu pengentahuan. Ia menjadikan ilmu pengetahuan sebagai obyek yang sistematis dan terorganisir.
Sedangkan dalam pengertiannya yang lebih luas, filsafat adalah suatu pandangan yang mengintegrasikan pengetahuan manusia dari segala macam pengalamannya menjadi suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta. Berkaitan dengan hidup dan makna hidup. (Harold H Titus)
Filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup. Jadi filsafat dilahirkan karenana kemenangan akal atas dongeng dan mitos yang diterima dari kepercayaan masa lampau. Akal manusia berkembang dari masa ke masa. Sehingga lambat laun mereka tidak dapat menerima mitos dan dongeng-dongeng yang tidak bisa dibutktikan secara empirik. Maka macam-macam ilmu pengetahuan kemudian ditemukan oleh manusia. Pendekatan secara rasional terhadap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini menghasilkan pendapat-pendapat yang bisa diteliti, dikoreksi dan diperdebatkan kebenarannya.
Jadi filsafat bisa diartikan sebagai usaha manusia mengerahkan akal pikirannya untuk semaksimal mungkin menjauh dari dogma-dogma yang dipaksakan kebenarannya. Karena bagaimanapun pada akhirnya orang-orang akan merasa janggal dengan informasi bahwa bumi ini dijulang oleh seorang dewa bernama Atlas. Atau, jika mereka diberitahu untuk menyembah Dewa bernama Zeus agar tehindar dari kesedihan dan malapetaka. Dan, masa sekarang ini, hanya sedikit saja yang percaya bahwa gerhana disebabkan oleh Buto Ijo yang tengah kelaparan dan memakan matahari atau bulan. Setelah orang-orang mengenal filsafat hal-hal macam itu, barangkali, hanya akan dianggap sebagai lelucon atau sekedar dongeng pengantar tidur buat anak-anak.
Filsafat meliputi segala sesuatu yang sekarang disebut ilmu pengetahuan atau science. Baik ilmu pasti, ilmu alam, ilmu astronomi, ilmu hayat, ilmu kedokteran dan ilmu politik. Suriasumantri mengatakan filsafat adalah suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa filsafat adalah sebuah kegiatan berpikir secara radikal, sistematis dan universal. Yang dimaksud berpikir radikal, berarti memikirkan segala hal dengan mendalam. Menelusuri sebuah pengetahuan sampai ujung. Dan, tidak berhenti hingga tercerabut akarnya. Sistematis, berarti mengacu pada sebuah kerangka berpikir yang memiliki tahapan-tahapan yang logis dan teratur. Sedangkan universal berarti membebaskan pikiran untuk menyelami suatu hal secara keseluruhan. Bukan hanya potongan-potongan kecil yang memberi pemahaman parsial. Oleh karenanya, berfilsafat berarti memikirkan sesuatu secara menyeluruh dengan sadar (yaitu berpikir secara telitit dan teratur) dan mematuhi hukum-hukum yang ada.
Haryono Semangun (1992) menyatakan bahwa kata filsafat (philosophos) itu sendiri pertama kali dipakai sejak abad ke-6 Masehi oleh Phytagoras. Konon, pada masa itu, Phytagoras adalah orang yang sangat dihormati karena kebijaksanaannya yang melebihi kebanyakan orang. Sehingga orang-orang menyebutnya Shopos (sangat bijaksana). Namun, dengan kerendahan hati dia menolak sebutan itu, dan mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang Philosophis (orang yang mencintai kebijaksanaan).
Jika melihat hal itu, maka sebenarnya tujuan filsafat adalah untuk mencapai kebijaksanaan. Karena sepanjang hidupnya manusia tidak pernah berharap akan menyesal dengan keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh pikirannya sendiri. Manusia memiliki hasrat yang kuat untuk memahami suatu hal secara utuh, benar dan jelas, agar mereka dapat memutuskan dengan tepat, apa yang harus mereka lakukan. Intinya mereka selalu menginginkan yang terbaik dari kehidupan yang dianugerahkan oleh tuhan kepada mereka.
Karena memiliki sikap dasar semacam itu, seharusnya manusia dapat dengan mudah menerima filsafat. Sehingga kebanyakan manusia selalu berhasrat untuk menemukan kebenaran dengan seterang-terangnya. Dan, karena sikap itu mereka menjadi kritis. Tidak mudah diyakinkan oleh sebuah pendapat tanpa terlebih dahulu mengujinya dengan penalaran logis sebagaimana kerangka yang telah ada. Mencintai filsafat berarti mampu menerima pendapat yang berbeda, dengan mengedepankan pendekatan kritik dan dialog.
Menurut Harun Nasution (1979) filsafat berasal dari akar kata bahasa arab Falsafa, kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi Falsafat. Sehingga ejaan filsafat yang sering digunakan selama ini adalah salah kaprah. Karena kata filsafat tidak berakar dari bahasa Arab ataupun bahasa Inggris (Phylosophi). Dia mendua istilah filsafat adalah serapan dari dua bahasa Arab dan Inggris sekaligus. Fil dari kata Philsophi (inggris) dan safah dari kata bahasa Arab (Falsafah). Namun dalam praktiknya Harun Nasution berpendapat bahwa kata filsafat jelas berasal dari bahasa Arab. Karena orang arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa indonesia. Sehingga dalam setiap karyanya yang bertema filsafat dia selalu menggunakan istilah Falsafat.
Di kalangan filosof berkembang beberapa rumusan soal apa sesungguhnya pengertian dari filsafat. Lorens Bagus (1996). filsafat berarti:
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukisakan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangakauan pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas penandaian-pengandaian dan pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa yang anda katakan dan untuk mengatakan apa yang anda lihat.
Jika diteruskan pengertian filsafat tidak ada habisnya, karena masing-masing filsuf memiliki terminologi yang beragam. Bahkan bisa saling bertentangan antara satu dan lainnya. Karena masing-masing mereka memiliki gaya ungkapan dan titik tekan yang berbeda, berdasarkan latar budaya dan pengalaman yang tidak sama.
Namun, hal itu tidaklah menjadi permasalahan yang mendasar. Karena pada dasarnya filsafat itu ada agar manusia menggunakan akal pikirannya semaksimal mungkin. Yang terpenting adalah aktifitas berpikir tersebut, bukan terminologinya. Biarlah orang terlebih dahulu melakukan penelitian, baru kemudian membuat kesimpulan dengan bingkai logikanya sendiri. Dari bermacam-macam terminologi di atas, yang perlu diketahui oleh seseorang hanyalah ciri dan karakteristik filsafat yang paling pokok, yaitu upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran untuk menemukan hakikat segala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.

2. FILSAFAT ILMU
a. Pengertian Ilmu
Dalam hati, manusia memiliki bermacam-macam dorongan dan keinginan. Namun, sepanjang sejarah umat manusia hasrat yang paling menyita perhatian hanyalah dorongan untuk mengerti atau memahami segala sesuatu. Dalam buku Metaphysica, Aristoteles menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki dorongan kodrati untuk memahami segala sesuatu.
Perhatikan reaksi anak kecil ketika disodori sebuah benda. Pertama-tama dia akan memperhatikannya, jika cukup menarik di indra penglihatannya, maka tergerak tangannya untuk meraba, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Semua itu adalah proses paling mula dalam kehidupan manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Seiring dengan bertambahnya kemampuan linguistik manusia, mereka mulai menggunakan bahasa untuk menanyakan segala hal. Hal itu menunjukkan betapa manusia sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari ilmu.
Kata Ilmu itu sendiri berakar dari bahasa Arab alima yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Sedangkan dalam bahasa inggris disebut science, dari bahasa latin scientia, yang berarti pengetahuan- scire (mengetahui). Dalam bahasa Yunani disebut episteme (Suriasumantri; 1998) .
Secara umum mengerti dapat diartikan sebagai “setiap kegiatan dengan mana subyek dengan cara tertentu mempersatukan diri dengan suatu obyek”. Apa yang disebut mengerti itu selalu mengandung suatu hubungan antara subyek dan obyek. Subyek yang mengerti dan obyek yang dimengerti. Sedangkan obyek itu dapat berupa satu barang atau apa saja, bahkan bisa berupa subyek itu sendiri (manusia).
Dalam proses “menjadi mengerti” itu terjadi penyatuan antara subyek dan obyek. Penyatuan ini berlangsung dengan cara nonfisis (batiniah). Jadi tidak dapat dibayangkan bahwa proses tersebut berlangsung seperti roti yang kita kunyah dan kemudian inti sarinya menyatu menjadi darah dan daging. Tapi proses tersebut belangsung secara ideal dengan perantara idea. Bisa juga disebut gambaran batin yang dibentuk oleh pikiran berdasarkan apa yang ditangkap oleh panca-indra.
Pengertian harus melalui beberapa tahapan tertentu sehingga menjadi pengetahuan. Seperti ketika orang melihat pelangi. Mereka mengetahui melalui panca indra bahwa obyek yang disebut pelangi itu terdiri dari warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Tidak puas hanya dengan itu, maka pikiran mereka mulai menyusun, mengatur, menghubungkan dan mempersatukan bermacam pengalaman, lalu mencoba mencari keterangan sejelas-jelasnya. Sehingga mereka memahami apa sesungguhnya pelangi itu dan bagaimana warna-warna itu bisa muncul seperti demikian adanya.
Endang Saifudin Anshari memaparkan beberapa definisi ilmu menurut para ahli. Menurut Mohammad Hatta, ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu gologan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Menurut Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag, ilmu adalah gabungan dari berbagaimacam pengetahuan yang tersusun secara empiris, rasional, umum dan sistematik.
Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematis, rasional, empiris, universal, obyektif, dapat diukur, terbuka dan kumulatif. Wihadi Admojo (1998) menjelaskan pengertian ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun dengan sistem tertentu menurut metode yang khusus. Sehingga dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dalam bidang (pengetahuan) tertentu.
Sedangkan untuk pembagian ilmu, Abu Hamid atau yang dikenal Imam Ghozali membaginya menjadi 2, yaitu: ilmu yang wajib dicari bagi masing-masing individu seseorang (fardhu ain) dan ilmu yang wajib dicari bagi sebagian umat manusia (fardhu kifayah). Ilmu yang pertama merupakan ilmu-ilmu yang berhubungan langsung dengan Sang Maha Pencipa. Adapun ilmu yang kedua merupakan bentuk dari adanya interaksi sosial.

b. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu pengetahuan. Secara metodologis tidak ada dikotomi tegas yang memisahkan antara ilmu-ilmu alam dan sosial. Karena masing-masing tidak memiliki perbedaan prinsipil yang mencirikan cabang filsafat ilmu tersendiri, yang bersifat otonom. Hanya saja para ahli seringkali membedakannya (ilmu alam dan sosial) karena permasalahan teknis yang bersifat khas. Dan pembagian itu lebih bersifat pembatasan dalam bidang-bidang yang ditelaah.
Filsafat ilmu merupakan telaah filsafati yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Sehingga muncullah tiga landasan pokok yang sangat dikenal di kalangan ahli filsafat: Ontologi, Epistemologi dan fisiologi.
Landasan ontologis meliputi beberapa pertanyaan: Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia hingga akhirnya membuahkan pengetahuan?
Landasan Epistemologi mengacu pada pertanyaan: bagaimana proses yang memungkinkan untuk menimba ilmu tersebut? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara, teknik dan sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
Landasan Aksiologis mengacu pada pertanyaa: apa kegunaan ilmu tersebut untuk kehidupan manusia? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antra teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional?
Secara sederhana untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari lainnya ialah dengan mengajukan pertanyaan: apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut? (Ontologi); Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut? (Epistemologi) dan apa gunanya pengetahuan tersebut bagi umat manusia? (Aksiologi)

3. OBYEK FORMAL DAN MATERIAL FILSAFAT ILMU
Manusia diciptakan dengan memiliki perangkat mulia, yaitu akal. Dengan akallah manusia bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Prilaku berpikir akan menghantarkan seseorang pada proses analisa terhadap suatu obyek. Menjadikan dirinya kritis atas segala kejadian yang ada.
Obyek merupakan suatu yang penting dalam segala hal. Tidak terkecuali bagi disiplin ilmu. Karena dengan obyek yang jelas, maka kerangka berpikir menuju tujuan kajian semakin tampak. Dan sebaliknya, jika obyek kajian tidak jelas, maka akan melahirkan sebuah disiplin ilmu yang tidak bermetode.
Setiap ilmu memiliki dua macam obyek, yaitu material dan formal. Obyek material merupakan sesuatu yang dijadikan sasaran penelitian. Seperti dalam ilmu kedokteran yang menggunakan tubuh sebagai obyek material. Adapun obyek formalnya adalah metode guna memahami obyek material tersebut. Filsafat Ilmu sebagai proses berpikir secara sistematis dan radikal juga memiliki obyek material dan formal.
Obyek material filsafat merupakan segala bentuk yang ada, baik yang tampak maupun tidak. Yang tampak berada dalam ranah empiris dan yang tidak tampak berada dalam ranah metaf isik. Sebagian filosof membagi obyek material dalam 3 bagian, yaitu: alam empiris, alam pikiran, dan alam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional.
Keberadaan obyek filsafat lebih luas dari ilmu lainnya. Penelitian filsafat merupakan segala yang ada dan tidak terbatas. Jika ada pertanyaan apa perbedaan antara obyek filsafat dengan obyek ilmu pengetahuan lainnya?. Maka dijawab, bahwa filsafat memiliki sifat mendalam, seakar-akarnya (radikal). Dan ilmu lainnya hanya terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara ilmiah saja.
Bukan hanya itu, sifat radikal yang melekat pada filsafat dalam kondisi tertentu akan menampakkan hasil kerjanya ketika ilmu pengetahuan sudah tidak mampu lagi memberi jawaban atas masalah. Inilah cirri khas yang membedakan filsafat dengan ilmu pengetahuan.
Menurut Jujun S. Suriasumantri (1984), bahwa pada hakekatnya, secara historis semua ilmu berawal dari filsafat. Karena berawal dari berpikir radikal dan sistematis kemudian dalam perkembangan waktu yang cukup lama sehingga memunculkan terori-teori baru yang kemudian bercabang dan berkembang sehingga menimbulkan spesifikasi yang menampakkan kegunaan dalam dunia praksis.

4. RUANG LINGKUPAN FILSAFAT ILMU
Karena hubungan yang erat antara filsafat dengan ilmu pengetahuan, maka tidak salahlah jika para filosof menamakan filsafat sebagai induknya ilmu (mother of science). Dari filsafat telah lahir ilmu-ilmu modern dan kontemporer. Sehingga manusia bisa menikmati ilmu dan tehnologi sebagai buahnya. Awalnya fisafat terbagi menjadi filsafat teoritis mencakup matefisika, fisika, matematika, dan logika. Sedangkan filsafat praktis adalah ekonomi, politik, hukum dan moral. Setiap disiplin ilmu ini kemudia berkembang dan mengkhususkan pada suatu pembahasan, seperti fisika berkembang menjadi biologi. Dan biologi berkembang menjadi anatomi, dan kedokteran.
Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, filasafat bukan hanya menjadi sumber ilmu tapi sudah merupakan bagian dari ilmu sendiri yang juga mengalami spesialisasi. Dalam taraf ini, filsafat tidak mencakup secara keseluruhan tapi sudah mengalami partikulasi. Contohnya adalah filsafat agama dan hukum. Dan filsafat ilmu adalah bagian perkembangan filsafat yang sudah terkotak dalam satu bidang tertentu. Filsafat ilmu yang sedang dibahas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tuntunan bahwa filsafat bukan hanya berada di pantai, namun kjuga diharuskan membimbing ilmu. Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan yang super cepat menyebabkan ilmu semakin jauh dari induknya. Begitu pula dalam proses ini, terkadang muncul arogansi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya. Disinilah titik strategis filsafat sebagai ilmu yang menyatukan visi keilmuan itu sendiri. kemudian, dalam konteks ini, kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didampingi.

5. PROBLEM-PROBLEM DALAM FILSAFAT ILMU
Dalam sejarah manusia usahama memahami dunia dapat dilakukann dengan 2 sarana, yaitu: melalui pengalaman ilmiah (scientific knowledge) dan gaib (mystical explanations). Manusia memiliki pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan kebenarannya . Tapi disatu sisi ada pengetahuan yang berada diluar jangkauan nalar manusia. Dan diantara itu masih ada pemahaman yang sudah diuji namun belum sah untuk dibuktikan kebenarannya.
Dalam mengembangkan keilmuannya, para peneliti mengkonsentrasikan diri pada wilayah kedua, yaitu sebuah pengetahuan yang sudah diuji namun belum bisa disahkan menurut system penelitian.
Untuk itu ada beberapa metodologi yang dapat menjadi solusi terhadap permasalah keilmuan, yaitu, deduksi, induksi dan dialektika.
Metode deduktif berpola dari prinsip-prinsip umum yang kemudian ditarik menjadi sebuah kesimpulan, dan diterapkan untuk hal-hal khusus. Contohnya:
· Semua manusia akan mati (prinsip umum)
· Semua presiden adalah manusia (prinsip khusus)
· Maka semua presiden pada akhirnya akan mati (kesimpulan)
Sedangkan metode induktif berpola kebalikannya. Yaitu mengambil kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, lalu diterapkan untuk hal yang umum.
· Amir adalah presiden (prinsip khusus)
· Amir akan mati (prinsip yang bersifat umum)
· Semua presiden akan mati (kesimpulan)
Metode dialektika adalah kerangka pikiran yang menggunakan tiga jenjang penalaran untuk mengambil sebuah kesimpulan: tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini mengembangkan argumentasi dengan melalui beberapa proses yang saling mempengaruhi satu sama lain. Metode ini dalam prosesnya tidak pernah menyajikan sebuah pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Sehingga selalu menyisakan alternatif yang baru. Semakin dalam orang memasuki tahapannya, semakin ia akan menemukan kesulitan-kesulitan baru. Sampai ia dapat menguak problematika aslinya. Dengan kerangka berpikir seperti itu semakin terbuka kemungkinannya orang akan mendekati kebenaran.
Proses dialektika selalu terdiri dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis, yang menampilkan lawan dari fase kedua yang disebut antitesis. Akhirnya, timbullah fase ketiga yang disebut sintesis yang mendamaikan antara tesis dan antitesis yang salaing berlawan. Sintesis yang telah dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis lagi dan akhirnya kedua-duanya menjadi sintetis baru. Demikianlah selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Tanpa kerangka pikiran yang logis mustahil manusia bisa menemukan kebenaran. Bahkan, dengan metode-metode di atas sekalipun tidak memberikan jaminan seratus persen bahwa orang akan menemukan kebenaran. Namun, setidaknya hal itu bisa sedikit membantu untuk memuaskan hasrat manusia untuk merengkuh pengetahuan.

C. KESIMPULAN
Filsafat merupakan induk semua ilmu (mother of science). Sifat utama radikalnya mampu memerankan posisi diantara ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian filsafat ilmu merupakan perkembangan dari cabang filsafat. Dia memiliki cara yang sistematis sehingga melahirkan bangunan-bangunan teori baru. Karena merupakan cabang maka kajian tentang filsafat ilmu sudah memiliki batas-batasnya.
Obyek filsafat ilmu memiliki dua ranah yaitu materi dan formal. Obyek materi merupakan pusat kajian yang menjadi sasaran kajian. Obyek formal adalah bangunan teori dan keilmuan yang menjadi metode (manhaj) agar sampai pada pusat kajian.
Dalam perjalanannya, manusia selalu berusaha menguak berbagai kejadian sehingga melahirkan teori-teori baru. Pengujian manusia pada masalah-masalah yang telah muncul akan berpotensi besar menambah semakin berkembangnya ilmu pengetahuan.
 
FILSAFAT ILMU DAN METODOLOGI PENELITIAN

by sariono sby

PENDAHULUAN
Filsafat berasal dari kata Philo dan sophia (bahasa Yunani). Philo artinya cinta atau menyenangi dan sophia artinya bijaksana. Konon orang yang selalu mendambakan kebijaksanaan adalah orang-orang yang pandai, orang yang selalu mencari kebenaran. Dalam mencari kebenaran ini, mereka mendasarkan kepada pemikiran dan logika dan bahkan berspekulasi.
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakekat ilmu. Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu tersebut, seperti :
a. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud hakiki objek tersebut ? Bagaimana hubungan objek dengan daya tangkap manusia (misalnya berpikir, merasa, mengindera) ?
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? Apa kriterianya ? Cara, teknik, atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
c. Untuk apa ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral / profesional ?
Ketiga kelompok pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan landasan ontologi, kelompok kedua merupakan landasan epistemologi, dan kelompok yang terakhir merupakan landasan aksiologis.
Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut :
a. Landasan ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaahan yang jelas. Karena diversivikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda.
b. Landasan epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verivikasi seperti telah diuraikan diatas.
c. Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu serta membagi peningkatan kualitas hidup manusia.
Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut.
Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
a. Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.
Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
b. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.
Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.
Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula.
Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.

PEMBAHASAN
Hubungan Filsafat Ilmu dan Penelitian
A. Definisi Filsafat ilmu dan metodologi penelitian
Menurut Amsal Bahtiar, filsafat Ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar Ilmu.Dengan demikian filsafat Ilmu merupakan cabang dari filsafat yang secara spesifik mengkaji hakekat Ilmu untuk mencapai suatu kebenaran.
Metodologi penelitian adalah berarti Ilmu tentang metode. Sedang penelitian adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan data kemudian mengolah, menganalisa dan mengkaji data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif.
Jadi metodologi penelitian Ilmu yang mempelajari, menyelusuri, mencari dan mengumpulkan data kemudian mengolah, menganalisa dan menyajikan data yang dilakukan secara sistematis supaya diperoleh suatu kebenaran yang obyektif.
Secara terminology, metodologi penelitian atau metodologi riset (science researct atau method), metodologi berasal dari kata methodology, maknanya Ilmu yang menerangkan metode-metode atau cara-cara. Penelitian adalah terjemahan dari bahasa inggris “research” yang terdiri dari kata “re” (mengulang) dan search (pencarian, pengajaran, penelusuran, penyelidikan atau penelitian) maka research berarti berulang melakukan pencarian.Metodologi penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisa, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.
B. Kedudukan Filsafat Ilmu Dan Metodologi Penelitian
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat, sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat yaitu: teori pengetahuan, teori hakekat dan teori nilai.
Isi filsafat ditentukan oleh obyek apa yang dipikirkan, obyek yang difikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi filsafat sebagai suatu proses berfikir bebas, sistematis, radkal dan mencapai dataran makna yang mempunyai cabang ontology, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi dinamakan sbagai teori hakekat, teori hakekat ini sangat luas, segala yang ada yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup penetahuan pengetahuan dan nilai (yang di carinya ialah hakekat penegetahuan dan hakekat nilai).
Didalam ontology membahas dua bidang yaitu:
1. Kosmologi membicarakan hakekat asal, hakekat susunan, hakekat berada, juga hakekat tujuan kosmos.
2. Metafisik atau antropologi secara etimologis berarti dibalik atau dibelakang fisika artinya ia ingin mengerti atau mengetahui apa yang ada dibalik dari alam ini atau suatu yang tidak nampak.
Jadi kosmologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki hakekat asal, susunan, tujuan alam besar, yang dibicarakan didalam cabang ini missal hakekat kosmos, bagaimana caranya ia menjadi (how daes it come to being) dan lain-lain. Mungkin ada orang yang beranggapan bahwa teori kosmologi itu merupakan teori astronomi, sebenarnya bukan, astronomi adalah sains sedangkan kosmologi adalah filsafat. Sedangkan metafisika adalah membicarakan hakekat manusia dari sgi filsafat, umpamanya apa manusia itu? dan dari mana asalnya, apa akhir atau tujuannya?. Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. atau suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas dan validitas dan hakekat pengetahuan. Sistematika dan logika sangat berperan dalam epistemologi demikian pila metode-metode berfikir seperti deduktif dan induktif.
Epistemologi dari sini dapat disimpulkan bahwa bila ontology memahami sesuatu adalah tunggal maka cara memperoleh kebenarannya dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif, akan tetapi bila ontologynya memahami sesuatu secara jamak, maka digunakan jenis penelitian kualitatif.
Aksiologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value), tindakan moral melahirkan nilai etika, ekspresi keindahan yang melahirkan nilai esthetika dan kehidupan sosiolah yang menjelaskan apa yang di anggap baik dalam tingkah laku manusia, apa yang di maksud indah dalam seni. Demikian pula apakah yang benar dan diinginkan didalam organisasi sosial kemasyarakatan dan kenegaraan.
Dalam aksiologi ini di pengaruhi oleh ontology yang digunakan , ontology yang memahami sesuatu itu tunggal, penelitiannya jenis kuantitatif, maka Ilmu yang dibentuknya disebut nomotetik dan bebas nilai, sedangkan ontology yang memahami sesuatu itu jamak dan penelitiannya jenis kualitatif. Maka Ilmu yang di hasilkan disebut ideografik dan bermuatan nilai.
Menurut Jujun S. Suria Sumantri filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakekat Ilmu dan pengetahuan ilmiah.
Sedangkan menurut tim Dosen filsafat Ilmu UGM, filsafat imu secara sistematis merupakan cabang dari rumpun kajian epistemologi. Epistemologi sendiri mempunyai dua cabang yaitu filsafat pengetahuan (theory of knowledge) dan filsafat Ilmu (theori of science) objek material flsafat pengetahuan yaitu gejala pengetahuan, sedang objek material filsafat yaitu mempelajari gejala-gejala Ilmu menurut sebab secara pokok. Metodologi penelitian adalah seperangkat penegetahuan tentang langkah-langkag sistematis dan logis tentang pencarian data, pengolahan data, analisa data, pengambilan kesimpulan dan cara pemecahan.
Didalam menjalankan fungsinya metodologi menggunakan cara dan di buktikan kebenarannya adalah metode ilmiah. Menurut JUjun S. Suria Sumantri: Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari pelaturan-pelaturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metode ini secara filsafati termasuk dalam apa yang di namakan epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapat pengetahuan, apakah sumber-sumber pengetahuan? apakah hakekat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? apakah manusia di mungkinkan untuk mendapat pengetahuan? sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk di tangkap manusia.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa metode ilmiah merupakan bagian dari metodologi ilmiah, bahwa filsafat Ilmu dan metodologi penelitian mempunyai kedudukan yang sama dalam cabang filsafat yaitu masuk dalam golongan epistemologi.
Menurut Amsal Bahtiar tujuan filsafat Ilmu adalah:
1. Mendalami unsur-unsur pokok Ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber hakekat dan tujuan Ilmu
2. Memahami sejarah pertumbuhan , perkembangan dan kemajuan Ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses Ilmu kontemporer secara histories.
Metodologi bisa juga diartikan Ilmu yang membahas konsep berbagai metode, apa kelebihan dan kekurangan dari suatu, kemudian bagaimana seseorang memilih suatu metode. Sedangkan penelitian bertujuan menghimpun data yang akurat yang kemudian diproses sehingga menemukan kebenaran atau teori atau Ilmu dan mungkin pula mengembangkan kebenaran terdahulu atau menguji kebenaran tersebut.
Jadi metode ilmiah untuk memperoleh Ilmu pengetahuan yang benar di perlukan cara-cara yang benar pula. Menurut para pakar , mencari kebenaran, cara-cara memperoleh kebenaran ilmiah diebut metode ilmiah, yang terdiri mencari masalah, menentukan hipotesis, menghimpun data, menguji hipotesis, prinsip ini berlaku untuk untuk semua sains oprasionalisasi, metode ilmiah itu dilakukan bidang studi metodologi penelitian. dari sini tampak dengan jelas hubugan antara filsafat Ilmu dengan metodologi penelitian

KESIMPULAN
1. Filsafat Ilmu merupakan cabang dari Ilmu filsafat yang termasuk dataran epistemologi
2. Filsafat Ilmu membahas tentang ontology, epistemologi, dan aksiologi
3. Metodologi ditinjau dari Ilmu filsafat juga termasuk dalam tataran epistemologi
4. Filsafat Ilmu dan metodologi penelitian menduduki posisi yang sama dalam Ilmu filsafat yaitu pada tataran epistemologi
5. Dan untuk mencapai hasil penelitian yang valid, metodologi harus di landasi filsafat Ilmu.
Filsafat Ilmu dan metodologi penelitian
Ontologi
1. Membahas apa yang ingin diketahui
2. Suatu pengkajian mengenai teori tentang ada
3. Objek yang di telaah Ilmu adalah sesuatu yang berberada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang di uji indra manusia yang berorientasi empiris
4. Kuantitatif dan kualitatif
Epistemologi
1. Membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan
2. Ilmu pengetahuan diperoleh melalui proses metode
3. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan dengan sifat terbuka dan menjunjung tinggi kebenaran diatas segala-galanya
4. Metode ilmiah, logico hypotico verivicative dan deducto hypotetici verivicative
Aksiologi
1. Membahas tentang manfaat yang di peroleh manusia dari pengetahuan yang didapatkanya
2. Analisa tentang penerapan hasil-hasil temuan Ilmu pengetahuan

Sumber : http://referensiagama.blogspot.com

Hubungan Filsafat Ilmu dan Penelitian

OLEH : AHMAD SHOLIHIN
A. Definisi
Menurut Amsal Bahtiar, filsafat Ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar Ilmu.[1]
       Dengan demikian filsafat Ilmu merupakan cabang dari filsafat yang secara spesifik mengkaji hakekat Ilmu untuk mencapai suatu kebenaran. Metodologi penelitian adalah berarti Ilmu tentang metode.[2] Sedang penelitian adalah penelitian adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan data kemudian mengolah, menganalisa dan mengkaji data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif.[3]
Jadi metodologi penelitian Ilmu yang mempelajari, menyelusuri, mencari dan mengumpulkan data kemudian mengolah, menganalisa dan menyajikan data yang dilakukan secara sistematis supaya diperoleh suatu kebenaran yang obyektif.
Secara terminology, metodologi penelitian atau metodologi riset (science researct atau method), metodologi berasal dari kata methodology, maknanya Ilmu yang menerangkan metode-metode atau cara-cara. Penelitian adalah terjemahan dari bahasa inggris “research” yang terdiri dari kata “re” (mengulang) dan search (pencarian, pengajaran, penelusuran, penyelidikan atau penelitian) maka research berarti berulang melakukan pencarian.Metodologi penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisa, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.[4]
B. Kedudukan Filsafat Ilmu Dan Penelitian
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat, sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat yaitu: teori pengetahuan, teori hakekat dan teori nilai.
Isi filsafat ditentukan oleh obyek apa yang dipikirkan, obyek yang difikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi filsafat sebagai suatu proses berfikir bebas, sistematis, radkal dan mencapai dataran makna yang mempunyai cabang ontology, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi dinamakan sbagai teori hakekat, teori hakekat ini sangat luas, segala yang ada yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup penetahuan pengetahuan dan nilai (yang di carinya ialah hakekat penegetahuan dan hakekat nilai).
Didalam ontology membahas dua bidang yaitu:
  1. Kosmologi membicarakan hakekat asal, hakekat susunan, hakekat berada, juga hakekat tujuan kosmos.
  2. Metafisik atau antropologi secara etimologis berarti dibalik atau dibelakang fisika artinya ia ingin mengerti atau mengetahui apa yang ada dibalik dari alam ini atau suatu yang tidak nampak.[5]
Jadi kosmologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki hakekat asal, susunan, tujuan alam besar, yang dibicarakan didalam cabang ini missal hakekat kosmos, bagaimana caranya ia menjadi (how daes it come to being) dan lain-lain. Mungkin ada orang yang beranggapan bahwa teori kosmologi itu merupakan teori astronomi, sebenarnya bukan, astronomi adalah sains sedangkan kosmologi adalah filsafat. Sedangkan metafisika adalah membicarakan hakekat manusia dari sgi filsafat, umpamanya apa manusia itu? dan dari mana asalnya, apa akhir atau tujuannya?.      Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. [6] atau suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas dan validitas dan hakekat pengetahuan. Sistematika dan logika sangat berperan dalam epistemologi demikian pila metode-metode berfikir seperti deduktif dan induktif.
epistemologi dari sini dapat disimpulkan bahwa bila ontology memahami sesuatu adalah tunggal maka cara memperoleh kebenarannya dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif, akan tetapi bila ontologynya memahami sesuatu secara jamak, maka digunakan jenis penelitian kualitatif.
Aksiologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value), tindakan moral melahirkan nilai etika, ekspresi keindahan yang melahirkan nilai esthetika dan kehidupan sosiolah yang menjelaskan apa yang di anggap baik dalam tingkah laku manusia, apa yang di maksud indah dalam seni. Demikian pula apakah yang benar dan diinginkan didalam organisasi sosial kemasyarakatan dan kenegaraan.[7]
Dalam aksiologi ini di pengaruhi oleh ontology yang digunakan , ontology yang memahami sesuatu itu tunggal, penelitiannya jenis kuantitatif, maka Ilmu yang dibentuknya disebut nomotetik dan bebas nilai, sedangkan ontology yang memahami sesuatu itu jamak dan penelitiannya jenis kualitatif. Maka Ilmu yang di hasilkan disebut ideografik dan bermuatan nilai.
Menurut Jujun S. Suria Sumantri filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakekat Ilmu dan pengetahuan ilmiah.[8]
Sedangkan menurut tim Dosen filsafat Ilmu UGM, filsafat imu secara sistematis merupakan cabang dari rumpun kajian epistemologi. Epistemologi sendiri mempunyai dua cabang yaitu filsafat pengetahuan (theory of knowledge) dan filsafat Ilmu (theori of science) objek material flsafat pengetahuan yaitu gejala pengetahuan, sedang objek material filsafat yaitu mempelajari gejala-gejala Ilmu menurut sebab secara pokok.[9]
Metodologi penelitian adalah seperangkat penegetahuan tentang langkah-langkag sistematis dan logis tentang pencarian data, pengolahan data, analisa data, pengambilan kesimpulan dan cara pemecahan.
Didalam menjalankan fungsinya metodologi menggunakan cara dan di buktikan kebenarannya adalah metode ilmiah. Menurut JUjun S. Suria Sumantri: Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari pelaturan-pelaturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metode in secara filsafati termasuk dalam apa yang di namakan epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapat pengetahuan, apakah sumber-sumber pengetahuan? apakah hakekat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? apakah manusia di mungkinkan untuk mendapat pengetahuan? sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk di tangkap manusia.[10]
Dari sini dapat kita ketahui bahwa metode ilmiah merupakan bagian dari metodologi ilmiah, bahwa filsafat Ilmu dan metodologi penelitian mempunyai kedudukan yang sama dalam cabang filsafat yaitu masuk dalam golongan epistemologi.
Menurut Amsal Bahtiar tujuan filsafat Ilmu adalah:
  1. Mendalami unsur-unsur pokok Ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber hakekat dan tujuan Ilmu
  2. Memahami sejarah pertumbuhan , perkembangan dan kemajuan Ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses Ilmu kontemporer secara histories.[11]
Metodologi bisa juga diartikan Ilmu yang membahas konsep berbagai metode, apa kelebihan dan kekurangan dari suatu, kemudian bagaimana seseorang memilih suatu metode. Sedangkan penelitian bertujuan menghimpun data yang akurat yang kemudian diproses sehingga menemukan kebenaran atau teori atau Ilmu dan mungkin pula mengembangkan kebenaran terdahulu atau menguji kebenaran tersebut.[12]
Jadi metode ilmiah untuk memperoleh Ilmu pengetahuan yang benar di perlukan cara-cara yang benar pula. Menurut para pakar , mencari kebenaran, cara-cara memperoleh kebenaran ilmiah diebut metode ilmiah, yang terdiri mencari masalah, menentukan hipotesis, menghimpun data, menguji hipotesis, prinsip ini berlaku untuk untuk semua sains oprasionalisasi, metode ilmiah itu dilakukan bidang studi metodologi penelitian. dari sini tampak dengan jelas hubugan antara filsafat Ilmu dengan metodologi penelitian
Jadi dapat kita simpulkan bahwa:
-          Filsafat Ilmu merupakan cabang dari Ilmu filsafat yang termasuk dataran epistemologi
-          Filsafat Ilmu membahas tentang ontology, epistemologi, dan aksiologi
-          Metodologi ditinjau dari Ilmu filsafat juga termasuk dalam tataran epistemologi
-          Filsafat Ilmu dan metodologi penelitian menduduki posisi yang sama dalam Ilmu filsafat yaitu pada tataran epistemologi
-          Dan untuk mencapai hasil penelitian yang valid, metodologi harus di landasi filsafat Ilmu.
Filsafat Ilmu dan penelitian
Ontologi Epistemologi Aksiologi
- Membahas apa yang ingin diketahui - Suatu pengkajian mengenai teori tentang ada
- Objek yang di telaah Ilmu adalah sesuatu yang berberada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang di uji indra manusia yang berorientasi empiris
- Kuantitatif dan kualitatif
- Membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan - Ilmu pengetahuan diperoleh melalui proses metode
- Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan dengan sifat terbuka dan menjunjung tinggi kebenaran diatas segala-galanya
- Metode ilmiah, logico hypotico verivicative dan deducto hypotetici verivicative
- Membahas tentang manfaat yang di peroleh manusia dari pengetahuan yang didapatkanya - Analisa tentang penerapan hasil-hasil temuan Ilmu pengetahuan

[1] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada. Jakarta 2004, hal: 17
[2] EM Zul Fajri. Ratu Aprilia Senja. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publiher, hal: 565
[3] Ibid, hal: 803
[4] Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu dakwa, perpustakaan Nasional 1997, hal: 1
[5] Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. PT  Remaja Rosda Karya Bandung, 2003, hal: 28-29
[6] Ibid, hal: 23
[7] Mohammad Noor Syam. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha Nasional. Surabaya, 1983, hal: 28-35
[8] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Filsafat, Pustaka Sinar Harapan, 2001,hal: 33
[9] Tim Dosen filsafat Ilmu Fakultas filsafat UGM. Filsafat Ilmu, Liberty. Yogyakarta, 2001, hal: 45-46
[10] Jujun S. Sumantri, Opcit, hal: 119
[11] Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Raja Findo Persada. Jakarta 2004, hal: 20
[12] Wardi Bachtiar. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwa, Pustakaan Nasional 1997, hal: 3
 

Senin, 14 September 2015

MANAJEMEN KONFLIK SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN RUMAH TANGGA PERSPEKTIF KIAI PESANTREN DI BONDOWOSO
 Dedi Rahman Hasyim
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract
Divorce cases in Indonesia are growing each year. certainly the special attention is needed to minimize it. One of way that is can be minimize the divorce rate is the conflict management. Where the various conflicts that dwell in the family can afford permissibility managed well by the parties involved in it so inevitabilities of divorce. This research is going to reach, how is the conflict management implemented in the family of Kiai Pesantren in Bondowoso. In that’s way we learn anything done by them in facing and managing any conflicts that was occurred in their family.
 A.Pendahuluan
Membina rumah tangga menuju sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, jelas tak segampang yang dibayangkan. Membangun sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah, namun lebih kepada adanya keterampilan mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.[1]
Konflik begitu akrab serta tak terhindarkan dalam jalinan kehidupan manusia.[2] Namun tentu saja, tidak seorangpun menginginkan konflik terjadi dalam rumah tangganya. Sebaliknya, dalam hubungan diharapkan keharmonisan dan rasa tentram. Oleh karenanya maka sangat penting dalam rumah tangga untuk membangun komitmen untuk menjaganya tetap utuh.
Sejatinya, kodrat manusia dalam sebuah hubungan adalah menjaga keharmonisan hubungan tersebut. Dari itulah terjadi usaha mengelola konflik yang mengancam keharmonisan jalinan rumah tangga.[3] Hanya saja tidak jarang pasangan suami istri tidak mengetahui bagaimana menanggulangi konflik tersebut.[4]
Pada kenyataannya, konflik dalam rumah tangga selalu muncul.[5] Bagaimanapun bentuk konflik tersebut, kecil ataupun besar. Konflik yang terjadi dalam rumah tangga adakalanya berupa konflik yang teratasi, dan sebagian yang lain konflik yang tidak dapat diatasi sehingga berakhir pada perceraian.
Tercatat dalam rekapitulasi urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen, pada tahun 2011 Pengadilan tinggi Agama (PTA) mencatat perkara perceraian sebesar 86,66 persen, sedangkan perkara lain hanya sebesar 13,44 persen saja.[6] Di Bondowoso, kasus perceraian juga terhitung tinggi. Berdasarkan data yang deperoleh dari Pengadilan Agama Bondowoso, tercatat perceraian yang telah diputus sebanyak 1589 perkara.[7]
Dari data serta hasil wawancara yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Bondowoso tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga Kiai Pesantren di Bondowoso terhindar dari perceraian.[8] Fakta tersebut memberikan indikasi yang kuat terhadap adanya pengelolaan konflik yang baik di dalam relasi tersebut.
Penelitian ini akan menelisik tentang bagaimana konflik terjadi dalam rumah tangga Kiai Pengasuh Pondok Pesantren di Bondowoso dan bagaimana manajemen konflik mereka terapkan guna mempertahankan keutuhan rumah tangganya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari konflik serta manajemen konflik yang diaplikasikan dalam rumah tangga Kiai Pesantren di Bondowoso.

B.    Konflik dan Manajemen Konflik: Konsepsi Kajian Epistemologis

Konflik: Istilah konflik merupakan kata kerja yang berasal dari bahasa latin configure, artinya saling memukul. Kemudian diadopsi bahasa inggris menjadi conflict, dan diadopsi bahasa indonesia menjadi konflik.[9] Winardi menyebutkan, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.[10]
Menurut Kilmann & Thomas dalam Luthans, yang dimaksud dengan konflik adalah : “ Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan, seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan, dan secara emosional mengandung suasana permusuhan.[11]
Dari beberapa paparan di atas maka dapat dipahami bahwa konflik adalah oposisi, pertentangan pendapat, ketidakcocokan obyektif antara dua individu atau lebih tentang nilai, tujuan, kekuasaan, dan sumberdaya yang bersifat langka.
Dalam bentuk konflik, Al-Qur’an memberikan deskripsi tentang konflik sosial dalam dua bentuk. Bentuk pertama adalah konflik potensial, yakni potensi konflik dalam diri manusia. Potensi konflik tersebut dapat terjadi sekalipun pada orang lain yang tidak saling mengenal. Bentuk yang kedua adalah konflik aktual, yakni realitas konflik sosial. Konflik ini merupakan reaksi dari konflik potensial yang diorganisir dan dimobilisasi massa.[12]

Manajemen Konflik: Menurut Robinson, Manajemen konflik adalah tindakan konstruktif yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dan dievaluasi secara teratur atas semua usaha demi mengakhiri konflik. manajemen konflik harus dilakukan sejak pertama kali konflik mulai tumbuh. Karena itu, sangat dibutuhkan kemampuan manajemen konflik, antara lain, melacak pelbagai faktor positif pencegahan konflik daripada melacak faktor negatif yang mengancam konflik.[13]

Menurut Criblin dalam Wahyudi, manajemen konflik adalah teknik yang dilakukan untuk mengatur konflik. Dalam pengertian yang hampir sama, manajemen konflik adalah cara dalam menaksir atau memperhitungkan konflik. Hendricks berpendapat manajemen konflik adalah penyelesaian suatu konflik yang dapat dilakukan dengan cara mempersatukan dan mendorong tumbuhnya creative thinking. Mengembangkan alternatif adalah salah satu kekuatan dari gaya integrating.[14]
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian manajemen konflik adalah macam-macam pengaturan, pengelolaan, atau cara penyelesaian yang efektif untuk menyikapi suatu permasalahan.
Penelitian ini akan menggunakan teori Kenneth W. Thomas dan Rapl H. Kilmann. Mereka mengembangkan taksonomi gaya manajemen konflik berdasarkan dua dimensi: (1) kerja sama pada sumbu horizontal dan (2) keasertifan pada sumbu vertical. Kerjasama adalah upaya orang lain jika menghadapi konflik. Disisi lain, keasertifan adalah upaya orang untuk memuaskan diri sendiri jika menghadapi konflik. Berdasarkan dua dimensi tersebut Thomas dan kilmann mengemukakan lima jenis gaya manajemen konflik. Adapun kelima jenis gaya manajemen konflik tersebut adalah sebagaimana berikut:[15]
  1. 1.Kompetisi (Competiting). Gara manajemen konflik dengan tingkat keasertifantinggi dan tingkat kerjasama rendah. Gaya in merupakan gaya yang berorentasi pada kekuasaan, dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan konflik dengan diaya lawannya.
  2. 2.Kolaborasi (Collaborating). Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerjasama tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari alternatif, dasar bersama, dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik.
  3. 3.Kompromi (Compromizing). Gaya amanajemen konflik tengaha atau menengah, di mana tingkat keasertifan dan kerjasama sedang. Dengan menggunakan strategi memberi dan mengambil (give and take), kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagai keinginan mereka.
  4. 4.Menghindar (Avoiding). Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama rendah. Dalam gaya manajemen konflik ini, kedua belah pihak berusaha menghindari konflik. Menurut Thomas dan Kilmann bentuk menghindar tersebut bisa berupa: (a) menjauhkan diri dari pokok masalah; (b) menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat; atau (c) menarik diri dari konflik yang mengancam dan merugikan.
  5. 5.Mengakomodasi (Accomodating) gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan rendah dan tingkat kerjasama tinggi. Seorang mengabaikan kepentingannya sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan lawan.

C.    Fenomena Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai Pesantren di Bondowoso

1.      Pandangan Kiai Pesantren tentang konflik

Berbagai pandangan yang didapatkan dalam penelitian ini memberikan implikasi yang diantaranya, Pertama: Konflik dapat terjadi dalam rumah tangga yang merupakan lingkup sosial serta terdiri dari lebih dari satu orang anggota. Kedua: Konflik terjadi akibat adanya perbedaan keinginan, perbedaan pandangan, pertentangan, dan ketidak sesuaian. Ketiga: Akan selalu ada objek konflik. Objek tersebut tentu juga beragam.

2.      Penyebeb Terjadinya Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan ragam faktor penyebab konflik dalam rumah tangga Kiai Pengasuh Pondok Pesantren di Bondowoso, diantaranya, Pertama perbedaan pendapat/argumentasi. Kedua, kecemburuan istri. Ketiga, keadaan ekonomi rumah tangga. Keempat, Faktor eksternal yakni adanya intervensi di luar lingkup rumah tangga itu sendiri. Hal tersebut muncul dari kerabat dekat, keluarga, ataupun masyarakat. 

3.      Bentuk Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai Pesantren di Bondowoso

Keempat faktor tersebut berimplikasi pada, Pertama, perdebatan/cekcok. Kedua, terjadinya pertengkaran. Ketiga, tidak saling tegur dengan pasangan. 

4.      Dampak Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai Pesantren di Bondowoso

Beberapa dampak terjadinya konflik dalam rumah tangga Kiai di Bondowoso diantaranya, Dampak Positif: 1) Mereka memandang bahwa konflik merupakan nikmat dari Allah atas perbedaan yang diciptikan. 2) Penyesuaian diri dengan lingkungan rumah tangga. 3) Membuat rumah tangga lebih harmonis. 4) Terjadinya adaptasi menuju perubahan dan perbaikan. 5) Lahirnya keputusan-keputusan yang inovatif. 6) Menuntut persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat. 7) Lebih berhati-hati dalam bertindak dikemudian hari. 8) Sebagai langkah introspeksi diri dalam rumah tangga.
Adapun dampak negatifnya adalah: 1) Terhambatnya komunikasi antara pihak yang berkonflik. 2) Terganggunya keeratan hubungan dalam rumah tangga. 3) Terganggunya kerjasama dalam rumah tangga. 4) Timbulnya rasa ketidakpuasan dalam berumah tangga.

D.    Manajemen Konflik Perspektif Kiai Pesantren di Bondowoso.

Penelitian ini menemukan terjadinya manajemen konflik yang efektif dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga oleh Kiai Pesantren di Bondowoso. Gaya manajemen konflik yang diterapkan oleh seluruh objek yang diteliti adalah gaya kolaborasi.
Gaya manajemen konflik kolaborasi merupakan gaya dengan pendekatan yang konfrontatif dan kooperatif, dimana gaya ini digunakan sebagai usaha untuk bekerjasaman dengan lawan gena mendapatkan solusi yang memuaskan bagi keduabelah pihak. Kolaborasi tersebut dapat berbentuk: penyelidikan ketidak setujuan untuk belajar dari pemahaman masing-masing; setuju untuk menyelesaikan masalah yang apabila tidak diselesaikan akan menghabiskan tenaga; atau berkonfrontasi untuk menmukan solusi kreatif atas masalah interpersonal.[16]
Thomas dan Kilmann mengemukakan, Kolaborasi (collaborating) merupakan gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerjasama tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari alternatif, dasar bersama, dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik. Gaya manajemen konflik kolaborasi merupakan upaya bernegosiasi untuk menciptakan solusi sepenuhnya memuaskan pihak-pihak yang terilibat konflik. Upaya tersebut sering meliputi saling memahami perasaan konflik atau saling mempelajari ketidaksepakatan. Selain itu, kreatifitas dan inovasi juga digunakan untuk mencari alternatif yang dapat diterima oleh keduabelah pihak.[17]
Menurut William Hendrick gaya manajemen konflik kolaborasi atau yang ia sebut sebagai gaya integrating (mempersatukan), merupakan gaya yang membawa aliran kreativitas kepermukaan dan mampu menemukan solusi atas isu yang kompleks. Gaya memadukan tersebut sangat baik digunakan bila orang dan masalah itu secara jelas dipisahkan.[18]
Menurut Rahim dan Bouma, dalam berkolaborasi, hal yang terpenting adalah kepercayaan dan keterbukaan oleh pihak yang terlibat dalam konflik. Lebih dari itu, gaya tersebut menunjukkan perhatian terhadap diri sendiri dan orang lain yang sama tinggi dan upaya yang dituju dalam gaya tersebut adalah win-win solution
  1. E.Kesimpulan
Manajemen konflik merupakan bekal yang dibutuhkan bagi pemimpin secara umum. Demikian pula berlaku pada jalinan rumah tangga. Suami sebagai imam dalam rumah tangga, sedemikian mungkin harus mampu mengelola berbagai konflik yang dihadapi, agar dapat menghindari mudharat yakni konflik yang destruktif. terlebih bahwa konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan bersosial sebagaimana dalam rumah tangga.
  1. F.Daftar Pustaka
Gymnastiar , Abdullah, Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qalbu, Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
Hendricks, William, How to Manage Conflict, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Jackman, Ann, How to Get Things Done: Kiat Sukses Merealisasikan Rencana, Erlangga, 2006.
Liliweri, Alo, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, Cet I; Yogyakarta: Lkis, 2005.
Muhyiddin, Muhammad, Selamatkan Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka, Cet. II; Yogyakarta: Diva Press, 2009.
Nurcahyawati, Febriani W, Manajemen Konflik Rumah Tangga, Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2010.
Thontowi, Ahmad, “Manajemen Konflik,” Makalah, disajikan pada Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang.
Winardi, Konflik dan Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan) Bandung: Mandar Maju, 2007.
Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian, Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
Yusuf, Muhammad Ely, Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Dengan Manajemen Konflik di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul Blitar, Skripsi, Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2008.
Zenrif, Fauzan, Realitas dan Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif Al-Qur’an, Malang: Uin Press, 2006


[1]Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qalbu (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 82.
[2]William Hendricks, How to Manage Conflict (Jakarta:   Bumi Aksara, 2001), 1.
[3]Muhammad Muhyiddin, Selamatkan Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Cet II; Yogyakarta: Diva Press, 2009), 447.
[4]Febriani W Nurcahyawati, Manajemen Konflik Rumah Tangga (Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2010), xiii.
[5]Ibid., 2.
[7]Data didapat dari Pengadilan Agama Bondowoso, tanggal 12 Februari 2013.
[8]Sugeng, Wawancara (Bondowoso, 12 Februari 2013) / Panitera Pengadilan Agama Bondowoso.
[9]Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 4.
[10]Winardi, Konflik dan Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan) (Cet ke 2; Bandung: Mandar Maju, 2007), 1.
[11]Ahmad Thontowi, “Manajemen Konflik,” Makalah, disajikan pada Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang.
[12]M. F. Zenrif, Realitas dan Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif Al-Qur’an (Malang: Uin Press, 2006), 50.
[13]Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural (Cet I; Yogyakarta: Lkis, 2005), 288.
[14]Muhammad Ely Yusuf, Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Dengan Manajemen Konflik di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul Blitar, Skripsi (Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2008), 16.
[15]Ibid., 140.
[16]Ann Jackman, How to Get Things Done: Kiat Sukses Merealisasikan Rencana (Erlangga, 2006), 62.
[17]Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 140.
[18]William Hendrick, Bagaimana Mengelola Konflik (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 54.

Sumber : http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/113-skripsi-al-ahwal-al-syakhshiyyah/521-manajemen-konflik-sebagai-upaya-mempertahankan-keutuhan-rumah-tangga-perspektif-kiai-pesantren-di-bondowoso