KOORDINASI
DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam pandangan ajaran
Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur.
Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan
secara asal-asalan.[1]
Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah tangga sampai dengan
urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan
pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar
tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efektif dan
efisien.
Pendidikan Agama Islam
dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur
pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah
Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada
yang berbentuk Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan
pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama
Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah
Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti
Kelompok Bermain, Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren
dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang
diselenggarakan didalam keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang
sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang
pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit
dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh
kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya,
sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak
terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Koordinasi
Koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen menurut Fayol dan Gulic dan
Urwick. Fungsi manajemen menurut Fayol adalah planning, commanding, coordinate,
controlling, (PCCC). Fungsi manajemen menurut Gulic dan Urwick adalah planning,
staffing, directing, coordinating, reporting and budgetting dengan akronim
POSDCoRB.[2]
Koordinasi menurut Chung
dan Megginson (1981) dapat didefinisikan sebagai proses motivasi, memimpin, dan
mengkomunikasikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Sutisna
koordinasi adalah mempersatukan sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan,
dan sumber-sumber lain kearah tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan. Sedangkan
menurut Anonim (2003) koordinasi adalah suatu sistem dan proses interaksi untuk
mewujudkan keterpaduan, keserasian, dan kesederhanaan berbagai kegiatan internal
dan antar institusi-institusi dimasyarakat melalui komunikasi dan dialog-dialog
antar berbagai individu dengan menggunakan sistem informasi manajemen dan
teknologi informasi.
Kesimpulan dari para
pakar mengenai koordinasi adalah proses mengintegrasikan (memadukan), mensinkronisasikan,
dan menyederhanakan pelaksanakan tugas yang terpisah-pisah secara terus-menerus
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Proses pendidikan yang
baik dan bermutu tinggi, apabila pengkoordinasian input pendidikan dilakukan
secara harmonis sehingga mampu menciptakan suasana belajar-mengajar yang
menyenangkan, mendorong motivasi belajar dan bekerja, dan memberdayakan sumber
daya pendidikan.
2. Tujuan dan Manfaat Koordinasi
Tujuan
dan manfaat koordinasi antara lain sebagai berikut :
a. Untuk mewujudkan KISS (koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, dan simplifikasi) agar tujuan organisasi tercapai secara efektif
dan efisien.
b. Memecahkan konflik kepentingan berbagai
pihak yang terkait.
c. Agar manajer pendidikan mampu
mengintegrasikan dan mensinkronkan pelaksanaan tugas-tugasnya dengan
stakeholders (pengambil kebijakan) pendidikan yang saling bergantungan, semakin
besar ketergantungan dari unit-unit, semakin besar pula kebutuhan akan pengkoordinasian.
d. Agar manajer pendidikan mampu mengkoordinasikan
pembangunan sektor pendidikan dengan pengembangan sektor-sektor lainnya.
e. Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan
kegiatan fungsional dinas pendidikan dan tujuan-tujuan dari unit organisasi
yang terpisah-pisah untuk mencapai tujuan bersama dengan sumber daya yang
terbatas secara efektif dan efisien.
f. Adanya pembagian kerja dimana semakin besar
pembagian kerja, semakin diperlukan pengkoordinasian/penyerasian sehingga tidak
terjadi duplikasi atau tumpang-tindih pekerjaan yang menyebabkan pemborosan.
g. Untuk mengembangkan dan memelihara hubungan
yang baik dan harmonis di antara kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik
dengan stakeholders.
h. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan dengan sumber daya pendidikan yang terbatas.
i. Mencegah terjadinya konflik internal dan
eksternal sekolah yang kontra produktif.
j. Mencegah terjadinya kekosongan ruang dan
waktu.
k. Mencegah terjadinya persaingan yang tidak
sehat.
3. Macam-macam Koordinasi
Terdapat tiga macam
keadaan yang saling bergantungan (interdependence) diantara unit-unit
organisasi, yaitu:
a. Keadaan saling bergantungan yang disatukan (pooled interdependence) .
b. Keadaan saling bergantungan saling berurutan (sequential inderpendence).
c. Keadaan saling bergantungan timbal balik (reciprocal independence).
Yang dimaksud dengan
keadaan saling bergantungan yang disatukan ialah apabila individu-individu atau
unit-unit organisasi tidak tergantung satu sama lainnya untuk melaksanakan
tugasnya sehari-hari, tetapi bergantung kepada pelaksanaan yang memadai dari
masing-masing individu atau unit-unit organisasi untuk kelangsungan hidupnya. Masing-masing
bagian memberikan sumbangan terpisah kepada keseluruhan dan dibantu oleh
keseluruhan.[3]
Yang dimaksud keadaan
saling bergantungan berurutan ialah individu atau suatu unit sekolah harus
bertindak sebelum unit sekolah berikutnya atau lainnya dapat bertindak. Contohnya:Penilaian
kerja menanti pelaksanaan kerja selesai, sedangkan pelaksanaan kerja menanti
perencanaan kerja selesai.
Yang dimaksud dengan
keadaan saling bergantungan timbal balik ialah individu-individu atau unit-unit
sekolah saling bergantung dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Contohnya: Untuk
meningkatkan NEM siswa, SMP melaksanakan PBM dengan sebaik-baiknya, bersamaan
dengan itu kepala sekolah melalui bagian perlengkapan menyediakan
sarana-prasarana KBM nya untuk memenuhi guru-guru dan siswa-siswanya. Dan
pengurus BP-3 memotivasi orang tua atau wali siwa agar mengawasi dan membina
anak-anaknya agar lebih giat belajar.
Koordinasi dapat
dibedakan atas:
a. Koordinasi hirarkis (vertical), yang dilakukan oleh pejabat pimpinan atau
suatu instansi terhadap pejabat atau instansi dibawahnya.
b. Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh pejabat atau suatu instansi
terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan
berdasarkan asas fungsionalisasi.
Koordinasi fungsional
horizontal dilakukan oleh seorang atau suatu instansi terhadap pejabat atau
instansi lain yang setingkat. Koordinasi fungsional diagonal dilakukan oleh
seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih
rendah tingkatannya, tetapi bukan bawahannya. Koordinasi fungsional teritorial
dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi
lainnya yang berada dalam suatu wilayah tertentu di mana semua urusan yang ada
dalam wilayah tersebut menjadi tanggung jawabnya.
Pendekatan Koordinasi
Terdapat tiga
pendekatan untuk mencapai koordinasi yang efektif dan efisien, yaitu sebagai
berikut :
a. Menggunakan Teknik Manajemen yang Asasi
Masalah-masalah
koordinasi yang sederhana sering dipecahkan melalui penggunaan mekanisme
manajerial yang asasi untuk mencapai pengkoordinasian. Mekanisme koordinasi
secara singkat diuraikan sebagai berikut:
·
Hierarki Manajerial
Rangkaian komando organisasi merangkaikan hubungan-hubungan di antara
individu-individu dan unit-unit yang diawasi. Dengan cara demikian akan
membantu arus informasi dan pekerjaan di antara unit-unit.
·
Peraturan dan Prosedur
Peraturan dan prosedur suatu organisasi dibuat untuk menangani
kejadian-kejadian sehari-hari sebelum hal-hal tersebut terjadi. Jika peraturan
dan prosedur tersebut diikuti secara teratur maka bawahan akan dapat mengambil
tindakan secara tepat dan bebas, memberikan lebih banyak waktu kepada atasan
untuk mencurahkan perhatiannya kepada kejadian-kejadian baru dan unik.
·
Rencana dan Tujuan
Rencana dan dan tujuan mencapai koordinasi harus menjamin bahwa semua
individu atau unit-unit mengarahkan dan mengerahkan upaya-upayanya ke arah
sasaran yang luas dan sama.
b. Meningkatkan
Kesanggupan Koordinasi
Jika unit lebih banyak dan lebih saling bergantung, maka diperlukan lebih
banyak informasi bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian,
kesanggupan berkoordinasi juga harus ditingkatkan. Apabila teknik-teknik
manajemen asasi masih belum cukup untuk meningkatkan koordinasi maka diperlukan
kesanggupan untuk berkoordinasi, baik dengan sistem vertikal maupun horizontal.
Sistem vertical ialah koordinasi yang dilakukan secara hierarkis, sedangkan
sistem horizontal ialah koordinasi yang dilakukan dengan individu atau unit
yang selevel.
c. Mengurangi
Kebutuhan Berkoordinasi
Cara mengurangi
kebutuhan akan berkoordinasi, antara lain:
1.
1) Menciptakan
sumber-sumber tambahan. 2) Menciptakan unit-unit bebas.
Menciptakan sumber-sumber tambahan, yaitu memberikan fasilitas kepada
individu-individu atau unit-unit dalam memenuhi kebutuhannya. Contoh : kepala
sekolah ingin berkoordinasi dalam penggunaan OHP yang terbatas bagi sejumlah
guru. Dengan menambah OHP sesuai kebutuhan guru yang ada maka koordinasi akan
penggunaan OHP dapat dikurangi, bahkan dihilangkan.
Menciptakan unit-unit bebas ialah memberikan kebebasan kepada individu atau
unit-unit untuk berkreasi sehingga tidak perlu lagi berkoordinasi. Contoh :
kepala sekolah dibebaskan dalam mengajukan proposal sekolah sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan sekolahnya masing-masing sehingga tidak perlu lagi
berkoordinasi dengan stakeholders-nya.
4.
Jenis Koordinasi
a Koordinasi Vertikal
Koordinasi yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada atasannya dan kepada
bawahannya. Contohnya koordinasi kepala sekolah dengan kepala Dinas Pendidikan
dan bawahannya.
b Koordinasi Fungsional
Koordinasi antar kepala sekolah dengan kepala sekolah lainnya yang tugasnya
saling berkaitan satu sama lain berdasrkan asas fungsional. Koordinasi
fungsional di bagi menjadi 3 macam koordinasi : koordinasi fungsional
horizontal, diagonal, dan teritorial.
c Koordinasi Institusional
Koordinasi ini sering digunakan kepala sekolah dengan beberapa instansi
untuk menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan. Contohnya untuk urusan kepegawaian,
kepala sekolah berkoordinasi dengan Kepala Bidang Kepegawaian Daerah dan Kepala
Badan Diklat Daerah.
5.
Prinsip Koordinasi
· Kesamaan : sama dalam
visi, misi, dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama (sense of
purpose).
· Orientasikan : titik
pusatnya adalah sekolah sebagai coordinator yang simpul-simpulnya stakeholders
sekolah.
· Organisasikan : harus berada
dalam satu payung (terorganisasi) sehingga sikap egosektoral dapat dihindari.
· Rumusan : nyatakan
secara jelas wewenang, tanggung jawab, dan tugas masing-masing agar tidak
saling tumpang tindih.
·
Diskusikan : cari
cara efektif, efisien, dan komunikatif dalam berorganisasi.
·
Informasikan : segala
apa yang terjadi dalam organisasi dari diskusi dan putusan rapat mengalir cepat
ke semua pihak dalam jaringan system koordinasi.
·
Negoisasikan :
merundingkan untuk mencari kesepakatan, dalam hal ini jangan ada yang dirugikan.
·
Atur waktu : rencana
koordinasi harus dipatuhi, agar organisasi berjalan dengan baik.
·
Solusikan : masalah
yang ada harus segera diselesaikan dan dipecahkan semua stakeholders.
·
Insafkan : setiap
stakeholders harus memiliki laporan tertulis yang lengkap.
Dalam hal ini prinsip prinsip koordinasi sering disingkat KOORDINASI.
Karakteristik
Koordinasi Yang Efektif
1.
Tujuan koordinasi
berjalan dengan baik dan memuaskan semua pihak yang terkait di dalamnya.
2.
Koordinator sangat
proaktif dan stakeholders kooperatif.
3.
Tidak ada yang
mementingkan diri sendiri atau kelompoknya.
4.
Tidak terjadi tumpang
tindih dalam menjalankan tugas.
5.
Berkomitmen.
6.
Tidak merugikan pihak
yang berkoordinasi.
7.
Pelaksanaan tepat
waktu.
8.
Semua masalah
terpecahkan.
9.
Tersedia laporan
tertulis.
Koordinasi Sumber Daya
Pendidikan Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan
1.
Koordinasi Proses
Belajar Mengajar.
2.
Koordinasi Kesiswaan.
3.
Koordinasi Ketenagaan.
4.
Koordinasi Keuangan.
5.
Koordinasi Sarana dan
Prasarana.
Koordinasi Sektor
Pendidikan Dengan Pengembangan Sektor-Sektor Lain
1.
Kepala Dinas Kesehatan.
2.
Dinas Tenaga Kerja.
3.
Kepala Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan.
4.
Kepala Dinas Tenaga Kerja.
5.
Kepala Pemberdayaan
Masyarakat.
6.
Kepala Dinas Pekerjaan
Umum.
7.
Kepala Dinas Koperasi.
8.
Kepala Dinas Lingkungan
Hidup.
9.
Kepala Kepolisian.
10. Departemen Agama.
Persiapan Input Manajemen
Untuk Mengelola Sumber Daya Pelaksana
1.
Kebijakan, Tujuan, dan
Sasaran Sekolah.
2.
Rencana kerja.
3.
Prosedur kerja.
4.
Rapat.
5.
Taklimat (Briefing).
6.
Surat Keputusan
Bersama/Surat Edaran Bersama.
7.
Tim, Panitia, Satuan
Tugas (Satgas), Kelompok Kerja, dan Gugus Tugas.
8.
Komite Sekolah dan
Pendidikan.
Koordinasi
Permasalahan Ketatalaksanaan
Permasalahan ketatalaksanaan
yang perlu dikoordinasikan antara lain permasalahan pembagian pekerjaan. Ada
empat macam perbedaan yang menjadi masalah dalam pengkoordinasian, yaitu:
1.
Perbedaan dalam
orientasi terhadap tujuan.
2.
Perbedaan dalam
orientasi waktu.
3.
Perbedaan dalam
orientasi interpersonal.
4.
Perbedaan dalam
formalitas struktur.
Masalah-masalah pengkoordinasian
dibagi dua, yaitu:
1)
Situasi Organisasi
ü Apabila subsistem-subsistem organisasi menyilang batas-batas bagian.
ü Apabila kegiatan-kegiatan yang saling bergantungan mempunyai jadwal waktu
yang berlainan.
ü Apabila jarak geografis diantara bagian-bagian sangat jauh.
2)
Faktor Manusia
Persaingan Sumber Daya.
Perbedaan dalam Status dan Arus Pekerjaan.
Tujuan-Tujuan Bertentangan.
Pandangan, Sikap, dan Nilai yang
Berbeda.
Praktik Koordinasi
Koordinasi adalah
sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Koordinasi di
bidang pendidikan terutama penggunaan fasilitas bersama yang masih belum
berjalan baik. Misalnya, setiap jurusan punya laboratorium komputer.
Penggunaannya jarang memperhitungkan use factor. Ada kecenderungan lebih
banyak menganggurnya daripada dipakai sehingga terjadilah pemborosan.
Demikian pula dalam
perencanaan ketenagakerjaan, tampaknya belum ada koordinasi antara kebutuhan
tenaga kerja terdidik dari Departemen Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja di
daerah, dengan Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan di daerah.
Contohnya, tidak ada data yang pasti tentang jumlah sarjana yang dibutuhkan
(demand) di Indonesia untuk 5 sampai 10 atau 20 tahun ke depan dari Departemen
Tenaga Kerja dan Dinas Tenaga Kerja di daerah.
Koordinasi data
pendidikan juga belum baik, buktinya, data pendidikan penduduk yang ada di
BKKBN berbeda dengan yang ada di Badan Pusat Statistik, dan keduanya berbeda
pula dengan data yang ada di Depdiknas.
Pengertian Implementasi Menurut Para
Ahli - Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya
dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix.
Pengertian Implementasi Menurut Para Ahli
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan.
Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan pendekatan yang dimaksud, Nurdin dan Usman (2004) menjelaskan bahwa pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program, mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang digunakan.
Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman (2002) menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke program yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan pengalaman-pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan. Implementasi dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.
Sedangkan pendekatan ketiga, Nurdin dan Usman (2002) memandang implementasi sebagai bagian dari program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan mengadopsi program-program yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).
Pengertian Implementasi Menurut Para Ahli
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan.
Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan pendekatan yang dimaksud, Nurdin dan Usman (2004) menjelaskan bahwa pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program, mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang digunakan.
Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman (2002) menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke program yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan pengalaman-pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan. Implementasi dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.
Sedangkan pendekatan ketiga, Nurdin dan Usman (2002) memandang implementasi sebagai bagian dari program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan mengadopsi program-program yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan
diterapkan adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian
dijalankan sepenuhnya. Kalau diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang
dibuat oleh seorang insinyur bangunan tentang rancangan sebuah rumah pada
kertas kalkirnya maka impelementasi yang dilakukan oleh para tukang adalah
rancangan yang telah dibuat tadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan
melenceng atau tidak sesuai dengan rancangan, apabila yang dilakukan oleh para
tukang tidak sama dengan hasil rancangan akan terjadi masalah besar dengan
bangunan yang telah di buat karena rancangan adalah sebuah proses yang panjang,
rumit, sulit dan telah sempurna dari sisi perancang dan rancangan itu. Maka
implementasi kurikulum juga dituntut untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang
telah direncanakan dalam kurikulumnya untuk dijalankan dengan segenap hati dan
keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadi apabila yang dilaksanakan
bertolak belakang atau menyimpang dari yang telah dirancang maka terjadilah
kesia-sian antara rancangan dengan implementasi. Rancangan kurikulum dan
impelementasi kurikulum adalah sebuah sistem dan membentuk sebuah garis lurus
dalam hubungannya (konsep linearitas) dalam arti implementasi mencerminkan rancangan,
maka sangat penting sekali pemahaman guru serta aktor lapangan lain yang
terlibat dalam proses belajar mengajar sebagai inti kurikulum untuk memahami
perancangan kurikulum dengan baik dan benar.
C. Manajemen Pendidikan Islam
1. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan
terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata
laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan
John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata
to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan
memperlakukan.[4]
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat
manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi
dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an
seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ
مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ
مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : “Dia mengatur
urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. (QS. Al Sajdah : 5).
Dari isi kandungan ayat
di atas dapatlah diketahui bahwa Allah SWT adalah pengatur alam (manager).
Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola
alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan
sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan
sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen
menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja
sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain
(Robbin dan Coulter, 2007:8).
Sedangkan Sondang P
Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan
untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan
dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa
manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan
orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara
efektif, efesien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses
transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan didunia dan diakhirat.
Dengan demikian maka
yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis
(2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat
Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak.
Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara
efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan
baik di dunia maupun di akhirat.
2. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Islam
Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas
dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang
industriyawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah
merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan.
Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu
manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar
manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin,
dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan
bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi
berbagai hal, yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
a. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan
baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak
dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan
Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan
oleh para manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan
merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan
perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat patal bagi keberlangsungan
pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang
beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari,
sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr : 18 yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسُُ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا
اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al Hasyr : 18).
Ketika menyusun sebuah
perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai
tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas
target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target
kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara
seimbang.
Mahdi bin Ibrahim
(l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi
keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
1. Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan.
2. Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai.
3. Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab
operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang
hendak dicapai.
4. Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan
masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang
bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya,
kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan
evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
5. Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.
Sementara itu menurut
Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa dalam Manajemen pendidikan Islam
perencanaan itu meliputi :
1. Penentuan prioritas
agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan agar
melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, masyarakat
dan bahkan murid.
2. Penetapan tujuan
sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil
pendidikan
3.
Formulasi prosedur
sebagai tahap-tahap rencana tindakan.
4.
Penyerahan tanggung
jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan
merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan
yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin
akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui
kesuksesan yang memuaskan.
b. Fungsi
Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa
mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir
dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan
rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73)
pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksanakan untuk
mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.
Organisasi dalam
pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada
bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan
pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan
bawahan (Didin dan Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis
(2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah
proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur,
wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla,
baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.
Sebuah organisasi dalam
manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan
tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan
organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini
dapat diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga
pendidikan Islam akan sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Dari uraian di atas
dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang
perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja.
Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu
kelompok kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun
menjadi satu yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas
yang bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing
anggota kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.
c. Fungsi Pengarahan (directing)
Pengarahan adalah
proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai
yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Di dalam fungsi
pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi
pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan
pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan
adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan
adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun
bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah
dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen
pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi
pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya
harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi,
keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa
perintah, larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar
kemampuan sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap
isi pengarahan itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian
dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan Islam
adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan
kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh-
sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.
d. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah
keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin
bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam
pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah
dan membenarkan yang hak.
Dalam pendidikan Islam
pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk
menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil
maupun spirituil.
Menurut Ramayulis
(2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai
berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya
manajer, tetapi juga Allah SWT, menggunakan metode yang manusiawi yang
menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa
pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab
kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain
pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan
manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan
semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya)
baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui
kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Banyak sekali para
ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen
diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu
di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan Tentang Koordinasi
dan Implementasi
Koordinasi
adalah sebuah proses saling mengerti antara dua orang atau lebih untuk
melaksanakan suatu hal. Proses yang harus dijalani agar suatu kegiatan dapat
dilaksanakan dengan lancar ataupun jika ada masalah tidak akan terlalu banyak
kesulitan untuk mengatasinya.
Seperti tubuh kita yang melakukan koordinasinya dengan sangat apik tanpa pernah kita sadari. Ambil contoh saja kaki. Ketika kita berjalan mereka dengan harmonis saling bergantian melangkah maju. Coba saja kita bayangkan seandainya kedua kaki kita tidak melakukan koordinasi. Pada saat yang bersamaan dua buah kaki kanan dan kiri melangkah maju, yang terjadi adalah jatuh dan akan merugikan anggota tubuh yang lainnya.
Koordinasi akan terjadi jika kita melakukan planning sebelum melaksanakan kegiatan tersebut. Perencanaan mengenai langkah apa saja yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan puncak. Bukan hal yang mudah memang tetapi juga bukan hal yang sulit jika kita mau berfikir. Dengan perencanaan maka kita tahu sampai sejauh mana orang lain dapat membantu kita serta kita akan biasa mensinkronkan setiap langkah sehingga yang terjadi bukannya interferensi tetapi justri saling mendukung.
Seperti tubuh kita yang melakukan koordinasinya dengan sangat apik tanpa pernah kita sadari. Ambil contoh saja kaki. Ketika kita berjalan mereka dengan harmonis saling bergantian melangkah maju. Coba saja kita bayangkan seandainya kedua kaki kita tidak melakukan koordinasi. Pada saat yang bersamaan dua buah kaki kanan dan kiri melangkah maju, yang terjadi adalah jatuh dan akan merugikan anggota tubuh yang lainnya.
Koordinasi akan terjadi jika kita melakukan planning sebelum melaksanakan kegiatan tersebut. Perencanaan mengenai langkah apa saja yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan puncak. Bukan hal yang mudah memang tetapi juga bukan hal yang sulit jika kita mau berfikir. Dengan perencanaan maka kita tahu sampai sejauh mana orang lain dapat membantu kita serta kita akan biasa mensinkronkan setiap langkah sehingga yang terjadi bukannya interferensi tetapi justri saling mendukung.
Sedangkan Impelentasi adalah suatu
tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah
dianggap fix.
B. Kesimpulan Tentang
Manajemen Pendidikan Islam
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam
adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga
pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan
tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien,
dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun
di akhirat.
Banyak sekali para
ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen
diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu
di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan.
Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam telah bisa melaksanakan tugasnya
dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di atas, terhindar dari semua
ungkupan sumir yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam dikelola dengan
manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka tidak akan ada lagi
lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan Zaman, tidak teroganisir dengan rapi,
dan tidak memiliki sisten kontrol yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Didin
Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani,
Jakarta, 2003.
George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta,
2006
http://www.glatica.com/search/contoh-latar-belakang-koordinasi-dan-pengawasan-administrasi-publik
http http://panwasheram.blogspot.com/2011/04/koordinasi-dan-pengawasan-ke-pps.html
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.
Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar,
Jakarta, 1997
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta,
2007
Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masaagung, Jakarta,
1990
UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Sumber : http://najihblogspot.blogspot.co.id/2015/02/tugas-makalah-manajemen-pendidikan-islam.html
Sumber : http://najihblogspot.blogspot.co.id/2015/02/tugas-makalah-manajemen-pendidikan-islam.html