Sabtu, 12 September 2015

KOORDINASI DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM




BAB I

PENDAHULUAN





A.      Latar Belakang

Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan.[1] Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efektif dan efisien.

Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan didalam keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.





BAB II

PEMBAHASAN



                                                 




1.    Pengertian Koordinasi

Koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen menurut Fayol dan Gulic dan Urwick. Fungsi manajemen menurut Fayol adalah planning, commanding, coordinate, controlling, (PCCC). Fungsi manajemen menurut Gulic dan Urwick adalah planning, staffing, directing, coordinating, reporting and budgetting dengan akronim POSDCoRB.[2]

Koordinasi menurut Chung dan Megginson (1981) dapat didefinisikan sebagai proses motivasi, memimpin, dan mengkomunikasikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Sutisna koordinasi adalah mempersatukan sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain kearah tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Anonim (2003) koordinasi adalah suatu sistem dan proses interaksi untuk mewujudkan keterpaduan, keserasian, dan kesederhanaan berbagai kegiatan internal dan antar institusi-institusi dimasyarakat melalui komunikasi dan dialog-dialog antar berbagai individu dengan menggunakan sistem informasi manajemen dan teknologi informasi.

Kesimpulan dari para pakar mengenai koordinasi adalah proses mengintegrasikan (memadukan), mensinkronisasikan, dan menyederhanakan pelaksanakan tugas yang terpisah-pisah secara terus-menerus untuk mencapai  tujuan secara efektif dan efisien.

Proses pendidikan yang baik dan bermutu tinggi, apabila pengkoordinasian input pendidikan dilakukan secara harmonis sehingga mampu menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan, mendorong motivasi belajar dan bekerja, dan memberdayakan sumber daya pendidikan.





2. Tujuan dan Manfaat Koordinasi



    Tujuan dan manfaat koordinasi antara lain sebagai berikut :

a.   Untuk mewujudkan KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi) agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

b.    Memecahkan konflik kepentingan berbagai pihak yang terkait.

c.  Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan dan mensinkronkan pelaksanaan tugas-tugasnya dengan stakeholders (pengambil kebijakan) pendidikan yang saling bergantungan, semakin besar ketergantungan dari unit-unit, semakin besar pula kebutuhan akan pengkoordinasian.

d. Agar manajer pendidikan mampu mengkoordinasikan pembangunan sektor pendidikan dengan pengembangan sektor-sektor lainnya.

e.   Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan kegiatan fungsional dinas pendidikan dan tujuan-tujuan dari unit organisasi yang terpisah-pisah untuk mencapai tujuan bersama dengan sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien.

f. Adanya pembagian kerja dimana semakin besar pembagian kerja, semakin diperlukan pengkoordinasian/penyerasian sehingga tidak terjadi duplikasi atau tumpang-tindih pekerjaan yang menyebabkan pemborosan.

g.   Untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis di antara kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik dengan stakeholders.

h.  Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dengan sumber daya pendidikan yang terbatas.

i.      Mencegah terjadinya konflik internal dan eksternal sekolah yang kontra produktif.

j.      Mencegah terjadinya kekosongan ruang dan waktu.

k.    Mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat.­



3.  Macam-macam Koordinasi

Terdapat tiga macam keadaan yang saling bergantungan  (interdependence) diantara unit-unit organisasi, yaitu:

a.    Keadaan saling bergantungan yang disatukan (pooled interdependence) .

b.    Keadaan saling bergantungan saling berurutan (sequential inderpendence).

c.    Keadaan saling bergantungan timbal balik (reciprocal independence).

Yang dimaksud dengan keadaan saling bergantungan yang disatukan ialah apabila individu-individu atau unit-unit organisasi tidak tergantung satu sama lainnya untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari, tetapi bergantung kepada pelaksanaan yang memadai dari masing-masing individu atau unit-unit organisasi untuk kelangsungan hidupnya. Masing-masing bagian memberikan sumbangan terpisah kepada keseluruhan dan dibantu oleh keseluruhan.[3]

Yang dimaksud keadaan saling bergantungan berurutan ialah individu atau suatu unit sekolah harus bertindak sebelum unit sekolah berikutnya atau lainnya dapat bertindak. Contohnya:Penilaian kerja menanti pelaksanaan kerja selesai, sedangkan pelaksanaan kerja menanti perencanaan kerja selesai.

Yang dimaksud dengan keadaan saling bergantungan timbal balik ialah individu-individu atau unit-unit sekolah saling bergantung dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Contohnya: Untuk meningkatkan NEM siswa, SMP melaksanakan PBM dengan sebaik-baiknya, bersamaan dengan itu kepala sekolah melalui bagian perlengkapan menyediakan sarana-prasarana KBM nya untuk memenuhi guru-guru dan siswa-siswanya. Dan pengurus BP-3 memotivasi orang tua atau wali siwa agar mengawasi dan membina anak-anaknya agar lebih giat belajar.

Koordinasi dapat dibedakan atas:

a.    Koordinasi hirarkis (vertical), yang dilakukan oleh pejabat pimpinan atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi dibawahnya.

b.  Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi.

Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh seorang atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang setingkat. Koordinasi fungsional diagonal dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya, tetapi bukan bawahannya. Koordinasi fungsional teritorial dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang berada dalam suatu wilayah tertentu di mana semua urusan yang ada dalam wilayah tersebut menjadi tanggung jawabnya.

Pendekatan Koordinasi

Terdapat tiga pendekatan untuk mencapai koordinasi yang efektif dan efisien, yaitu sebagai berikut :

a.    Menggunakan Teknik Manajemen yang Asasi

Masalah-masalah koordinasi yang sederhana sering dipecahkan melalui penggunaan mekanisme manajerial yang asasi untuk mencapai pengkoordinasian. Mekanisme koordinasi secara singkat diuraikan sebagai berikut:

·      Hierarki Manajerial

Rangkaian komando organisasi merangkaikan hubungan-hubungan di antara individu-individu dan unit-unit yang diawasi. Dengan cara demikian akan membantu arus informasi dan pekerjaan di antara unit-unit.

·      Peraturan dan Prosedur

Peraturan dan prosedur suatu organisasi dibuat untuk menangani kejadian-kejadian sehari-hari sebelum hal-hal tersebut terjadi. Jika peraturan dan prosedur tersebut diikuti secara teratur maka bawahan akan dapat mengambil tindakan secara tepat dan bebas, memberikan lebih banyak waktu kepada atasan untuk mencurahkan perhatiannya kepada kejadian-kejadian baru dan unik.

·      Rencana dan Tujuan

Rencana dan dan tujuan mencapai koordinasi harus menjamin bahwa semua individu atau unit-unit mengarahkan dan mengerahkan upaya-upayanya ke arah sasaran yang luas dan sama.

b.   Meningkatkan Kesanggupan Koordinasi

Jika unit lebih banyak dan lebih saling bergantung, maka diperlukan lebih banyak informasi bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, kesanggupan berkoordinasi juga harus ditingkatkan. Apabila teknik-teknik manajemen asasi masih belum cukup untuk meningkatkan koordinasi maka diperlukan kesanggupan untuk berkoordinasi, baik dengan sistem vertikal maupun horizontal. Sistem vertical ialah koordinasi yang dilakukan secara hierarkis, sedangkan sistem horizontal ialah koordinasi yang dilakukan dengan individu atau unit yang selevel.

c.    Mengurangi Kebutuhan Berkoordinasi

Cara mengurangi kebutuhan akan berkoordinasi, antara lain:

1.              1) Menciptakan sumber-sumber tambahan. 2) Menciptakan unit-unit bebas.

Menciptakan sumber-sumber tambahan, yaitu memberikan fasilitas kepada individu-individu atau unit-unit dalam memenuhi kebutuhannya. Contoh : kepala sekolah ingin berkoordinasi dalam penggunaan OHP yang terbatas bagi sejumlah guru. Dengan menambah OHP sesuai kebutuhan guru yang ada maka koordinasi akan penggunaan OHP dapat dikurangi, bahkan dihilangkan.

Menciptakan unit-unit bebas ialah memberikan kebebasan kepada individu atau unit-unit untuk berkreasi sehingga tidak perlu lagi berkoordinasi. Contoh : kepala sekolah dibebaskan dalam mengajukan proposal sekolah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sekolahnya masing-masing sehingga tidak perlu lagi berkoordinasi dengan stakeholders-nya.



4.        Jenis Koordinasi

     Koordinasi Vertikal

Koordinasi yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada atasannya dan kepada bawahannya. Contohnya koordinasi kepala sekolah dengan kepala Dinas Pendidikan dan bawahannya.

     Koordinasi Fungsional

Koordinasi antar kepala sekolah dengan kepala sekolah lainnya yang tugasnya saling berkaitan satu sama lain berdasrkan asas fungsional. Koordinasi fungsional di bagi menjadi 3 macam koordinasi : koordinasi fungsional horizontal, diagonal, dan  teritorial.

     Koordinasi Institusional

Koordinasi ini sering digunakan kepala sekolah dengan beberapa instansi untuk menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan. Contohnya untuk urusan kepegawaian, kepala sekolah berkoordinasi dengan Kepala Bidang Kepegawaian Daerah dan Kepala Badan Diklat Daerah.



5.        Prinsip Koordinasi

·   Kesamaan : sama dalam visi, misi, dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama (sense of purpose).

·     Orientasikan : titik pusatnya adalah sekolah sebagai coordinator yang simpul-simpulnya stakeholders sekolah.

·   Organisasikan : harus berada dalam satu payung (terorganisasi) sehingga sikap egosektoral dapat dihindari.

·   Rumusan : nyatakan secara jelas wewenang, tanggung jawab, dan tugas masing-masing agar tidak saling tumpang tindih.

·      Diskusikan :  cari cara efektif, efisien, dan komunikatif dalam berorganisasi.

·      Informasikan : segala apa yang terjadi dalam organisasi dari diskusi dan putusan rapat mengalir cepat ke semua pihak dalam jaringan system koordinasi.

·      Negoisasikan : merundingkan untuk mencari kesepakatan, dalam hal ini jangan ada yang dirugikan.

·      Atur waktu : rencana koordinasi harus dipatuhi, agar organisasi berjalan dengan baik.

·      Solusikan :  masalah yang ada harus segera diselesaikan dan dipecahkan semua stakeholders.

·      Insafkan :  setiap stakeholders  harus memiliki laporan tertulis yang lengkap.

Dalam hal ini prinsip prinsip koordinasi sering disingkat KOORDINASI.



Karakteristik  Koordinasi Yang  Efektif

1.        Tujuan koordinasi berjalan dengan baik dan memuaskan semua pihak yang terkait di dalamnya.

2.        Koordinator sangat proaktif dan stakeholders kooperatif.

3.        Tidak ada yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya.

4.        Tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan tugas.

5.        Berkomitmen.

6.        Tidak merugikan pihak yang berkoordinasi.

7.        Pelaksanaan tepat waktu.

8.        Semua masalah terpecahkan.

9.        Tersedia laporan tertulis.



Koordinasi Sumber Daya Pendidikan Dalam Mencapai Tujuan  Pendidikan

1.        Koordinasi Proses Belajar Mengajar.

2.        Koordinasi Kesiswaan.

3.        Koordinasi Ketenagaan.

4.        Koordinasi Keuangan.

5.        Koordinasi Sarana dan Prasarana.



Koordinasi Sektor Pendidikan Dengan  Pengembangan Sektor-Sektor Lain

1.        Kepala Dinas Kesehatan.

2.        Dinas Tenaga Kerja.

3.        Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

4.        Kepala Dinas Tenaga Kerja.

5.        Kepala Pemberdayaan Masyarakat.

6.        Kepala Dinas Pekerjaan Umum.

7.        Kepala Dinas Koperasi.

8.        Kepala Dinas Lingkungan Hidup.

9.        Kepala Kepolisian.

10.    Departemen Agama.



Persiapan Input  Manajemen Untuk Mengelola Sumber Daya Pelaksana

1.        Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Sekolah.

2.        Rencana kerja.

3.        Prosedur kerja.

4.        Rapat.

5.        Taklimat (Briefing).

6.        Surat Keputusan Bersama/Surat Edaran Bersama.

7.        Tim, Panitia, Satuan Tugas (Satgas), Kelompok Kerja, dan Gugus Tugas.

8.        Komite Sekolah dan Pendidikan.



Koordinasi  Permasalahan  Ketatalaksanaan

Permasalahan ketatalaksanaan yang perlu dikoordinasikan antara lain permasalahan  pembagian pekerjaan. Ada empat macam perbedaan yang menjadi masalah dalam pengkoordinasian, yaitu:

1.        Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan.

2.        Perbedaan dalam orientasi waktu.

3.        Perbedaan dalam orientasi interpersonal.

4.        Perbedaan dalam formalitas struktur.



Masalah-masalah pengkoordinasian dibagi dua, yaitu:

1)        Situasi Organisasi

ü            Apabila subsistem-subsistem organisasi menyilang batas-batas bagian.

ü            Apabila kegiatan-kegiatan yang saling bergantungan mempunyai jadwal waktu yang berlainan.

ü            Apabila jarak geografis diantara bagian-bagian sangat jauh.

2)        Faktor Manusia

Persaingan Sumber Daya. 

Perbedaan dalam Status dan Arus Pekerjaan.

Tujuan-Tujuan Bertentangan.

Pandangan, Sikap, dan Nilai yang Berbeda.



Praktik Koordinasi

Koordinasi adalah sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Koordinasi di bidang pendidikan terutama penggunaan fasilitas bersama yang masih belum berjalan baik. Misalnya, setiap jurusan punya laboratorium komputer. Penggunaannya jarang memperhitungkan use factor. Ada kecenderungan lebih banyak menganggurnya daripada dipakai sehingga terjadilah pemborosan.

Demikian pula dalam perencanaan ketenagakerjaan, tampaknya belum ada koordinasi antara kebutuhan tenaga kerja terdidik dari Departemen Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja di daerah, dengan Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan di daerah. Contohnya, tidak ada data yang pasti tentang jumlah sarjana yang dibutuhkan (demand) di Indonesia untuk 5 sampai 10 atau 20 tahun ke depan dari Departemen Tenaga Kerja dan Dinas Tenaga Kerja di daerah.

Koordinasi data pendidikan juga belum baik, buktinya, data pendidikan penduduk yang ada di BKKBN berbeda dengan yang ada di Badan Pusat Statistik, dan keduanya berbeda pula dengan data yang ada di Depdiknas.




Pengertian Implementasi Menurut Para Ahli - Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix.
Pengertian Implementasi Menurut Para Ahli
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan.
Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan pendekatan yang dimaksud, Nurdin dan Usman (2004) menjelaskan bahwa pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program, mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang digunakan.
Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman (2002) menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke program yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan pengalaman-pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan. Implementasi dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.
Sedangkan pendekatan ketiga, Nurdin dan Usman (2002) memandang implementasi sebagai bagian dari program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan mengadopsi program-program yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).

Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya. Kalau diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang dibuat oleh seorang insinyur bangunan tentang rancangan sebuah rumah pada kertas kalkirnya maka impelementasi yang dilakukan oleh para tukang adalah rancangan yang telah dibuat tadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan melenceng atau tidak sesuai dengan rancangan, apabila yang dilakukan oleh para tukang tidak sama dengan hasil rancangan akan terjadi masalah besar dengan bangunan yang telah di buat karena rancangan adalah sebuah proses yang panjang, rumit, sulit dan telah sempurna dari sisi perancang dan rancangan itu. Maka implementasi kurikulum juga dituntut untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang telah direncanakan dalam kurikulumnya untuk dijalankan dengan segenap hati dan keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadi apabila yang dilaksanakan bertolak belakang atau menyimpang dari yang telah dirancang maka terjadilah kesia-sian antara rancangan dengan implementasi. Rancangan kurikulum dan impelementasi kurikulum adalah sebuah sistem dan membentuk sebuah garis lurus dalam hubungannya (konsep linearitas) dalam arti implementasi mencerminkan rancangan, maka sangat penting sekali pemahaman guru serta aktor lapangan lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar sebagai inti kurikulum untuk memahami perancangan kurikulum dengan baik dan benar.


C.      Manajemen Pendidikan Islam

1.    Pengertian Manajemen Pendidikan Islam

Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.[4]

Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :



يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ



Artinya : “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. (QS. Al Sajdah : 5).



Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah SWT adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.

Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).

Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.

Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan didunia dan diakhirat.

Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.



2. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Islam

Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.

  Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.

a. Fungsi Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat patal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr : 18 yang berbunyi :



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسُُ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ



Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr : 18).



Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.

Mahdi bin Ibrahim (l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :

1.    Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan.

2.    Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai.

3.  Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai.

4.  Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.

5.    Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.

Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa dalam Manajemen pendidikan Islam perencanaan itu meliputi :

1.    Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, masyarakat dan bahkan murid.

2.  Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan

3.        Formulasi prosedur sebagai tahap-tahap rencana tindakan.

4.        Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.

b. Fungsi Pengorganisasian (organizing)

Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.

Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksanakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.

Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan (Didin dan Hendri, 2003:101)

Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla, baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.

Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam akan sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.

Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.

c. Fungsi Pengarahan (directing)

Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah dan yang diberi pengarahan.

Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.
 

d. Fungsi Pengawasan (Controlling)

Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.

Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun spirituil.

Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah SWT, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

Banyak sekali para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.





BAB III

PENUTUP





A. Kesimpulan Tentang Koordinasi dan Implementasi

Koordinasi adalah sebuah proses saling mengerti antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan suatu hal. Proses yang harus dijalani agar suatu kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar ataupun jika ada masalah tidak akan terlalu banyak kesulitan untuk mengatasinya.
Seperti tubuh kita yang melakukan koordinasinya dengan sangat apik tanpa pernah kita sadari. Ambil contoh saja kaki. Ketika kita berjalan mereka dengan harmonis saling bergantian melangkah maju. Coba saja kita bayangkan seandainya kedua kaki kita tidak melakukan koordinasi. Pada saat yang bersamaan dua buah kaki kanan dan kiri melangkah maju, yang terjadi adalah jatuh dan akan merugikan anggota tubuh yang lainnya.
Koordinasi akan terjadi jika kita melakukan planning sebelum melaksanakan kegiatan tersebut. Perencanaan mengenai langkah apa saja yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan puncak. Bukan hal yang mudah memang tetapi juga bukan hal yang sulit jika kita mau berfikir. Dengan perencanaan maka kita tahu sampai sejauh mana orang lain dapat membantu kita serta kita akan biasa mensinkronkan setiap langkah sehingga yang terjadi bukannya interferensi tetapi justri saling mendukung.

Sedangkan Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix.



B. Kesimpulan Tentang Manajemen Pendidikan Islam

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

Banyak sekali para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.

Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam telah bisa melaksanakan tugasnya dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di atas, terhindar dari semua ungkupan sumir yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam dikelola dengan manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka tidak akan ada lagi lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan Zaman, tidak teroganisir dengan rapi, dan tidak memiliki sisten kontrol yang sesuai.





DAFTAR PUSTAKA



Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003.

George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006

http://www.glatica.com/search/contoh-latar-belakang-koordinasi-dan-pengawasan-administrasi-publik

http      http://panwasheram.blogspot.com/2011/04/koordinasi-dan-pengawasan-ke-pps.html

Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.

Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008

Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007

Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masaagung, Jakarta, 1990

Categories: